kita ingin mengubah pasangan kita
Yang menjadi sumber masalah adalah..
(tanpa sadar).. kita ingin mengubah pasangan kita.
Padahal.. di dalam pernikahan..
esensinya adalah.. bagaimana agar kita sama-sama dapat menemukan diri sejati kita..
bukan saling mengubah satu sama lain.
Karena.. apa yang kita kira baik.. belum tentu baik menurut pasangan.
Apa yang kita kira tepat.. belum tentu tepat menurut pasangan.
Sehingga.. yang perlu kita lakukan adalah saling komunikasi..
agar saling tahu apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan masing-masing
Bukan hanya kita jadi tahu kebutuhan pasangan..
Namun.. jika kita rutin berkomunikasi dengan pasangan.. kita jadi dapat merefleksi diri.. dan dapat sedikit demi sedikit mengetahui kebutuhan kita sebenarnya apa. Mendekatkan diri kita pada esensi sejati kita.
Setelah itu.. EMPATI.
Tidak menganggap remeh apa yang menjadi kebutuhan pasangan. Menganggap penting apa yang dibutuhkan pasangan (walau menurut diri kita tidak penting). Dst.
Contohnya: pasangan kita butuh sentuhan fisik, sementara kita lebih butuh ngobrol dibanding sentuhan fisik. Sehingga sama-sama mencari jalan tengah agar kebutuhan keduanya dapat terpenuhi.
Sehingga.. kalau sudah sama-sama saling nyaman.
Saling dapat menemukan diri sendiri. Tanpa perlu pakai topeng.
Dapat saling berbicara dari hati ke hati.. apa yang menjadi tujuan bersama. Yang dapat diraih beriringan dengan tujuan pribadi masing-masing.
Bukan jadi saling memaksakan standar 'baik' masing-masing.
Yang malah membuat jengah satu sama lain.
Jangankan membicarakan tujuan bersama. Berani untuk menjadi diri sendiri pun tidak dapat dilakukan.
Jadi memakai topeng pada satu sama lain. Dengan alasan 'malas nanti jadi ribut'.
Misalnya saja.. kita pikir pasangan berantakan & selalu saja tidak mau berkontribusi terhadap kerapihan rumah. Selalu saja hanya diri ini yang peduli pada kebaikan di rumah.
Padahal.. hal ini hanya karena meja pasangan 'selalu' saja berantakan, yang diperlukan untuk membangkitkan kreativitasnya. Yang padahal.. setelah I proyek selesai, akan dirapihkan pasangan tanpa diminta.
Namun yang kita tekankan adalah : saat ia 'tidak rapih' (menurut kita). Tanpa melihat sudut pandangnya. Tanpa melihat aspek lain. Dan langsung melabel negatif sebagai
keseluruhan dirinya.
Misalnya saja kita yang selalu mengeluh handuk pasangan tidak dirapihkan pada tempatnya.
Kalau diingatkan.. besoknya melakukan kesalahan yang serupa lagi & lagi. Dan kita merasa.. untuk hal sepele saja ia tidak menganggap penting. Bagaimana nanti perkara yang lebih rumit, apalagi tentang anak.
Padahal.. berpuluh tahun hidup pasangan sebelum menikah, ia tidak terbiasa akan hal ini. Sehingga untuk membentuk kebiasaan baru tentu tidak dapat sekejap. Selain itu, karena fokus kita pada kritik pasangan, kita lupa bahwa pasangan banyak menoleransi kekurangan kita.