Sepertinya.. setelah bertahun - tahun menikah..


Sepertinya.. setelah bertahun - tahun menikah..
ia akan menjadi suami yang gemar melakukan SILENT TREATMENT.
Dan saya menjadi istri yang hobi ngomel & mengeluhkan kejelekan suami..

jika sedari awal..

kami TIDAK MAU untuk belajar.

Karena.. pada dasarnya..
saya orang yang mudah sekali tersulut.
Mudah marah & menggerutu. Bahkan untuk hal-hal yang sepele.
Emosi apapun yang dirasakan (entah itu sedih, takut, dst) kerap kali keluarnya dalam bentuk marah.
Intinya.. marah.. marah.. marah sudah menjadi asupan harian saya.

Sedangkan.. ia kerap kali menghindar dari masalah.
Ketika ada hal yang mengganjal di dalam hatinya, alih-alih mengutarakan, ia memilih diam & pergi.
Dan setelah masalah bertumpuk, ia akan merasa bahwa ada masalah yang besar & tak dapat diurai.

Bayangkan saja..
jika saya terus-menerus menggunakan pola yang sama di dalam hubungan kami.
Hal sekecil apapun bisa menjadi masalah & sumber keributan. Membuat rumah tangga kami tidak tenang.
Akhirnya.. saya berakhir menjadi: si paling capek,
si paling berkontribusi tapi kamu gak pernah sekalipun mikirin rumah tangga kita, si paling kesal kenapa kamu gak kayak suami-suami lain padahal aku udah selalu berusaha jadi istri yang baik, dst.

Dan ia..
ketika saya mengomel terus-menerus.
Kemungkinan besar akan diam & menghindar. Berharap saya akan mengerti dengan sendirinya.
Padahal.. bukannya introspeksi, saya akan makin marah & merasa bahwa suami saya gak berguna & tidak berkontribusi di dalam pernikahan.
Sikap diamnya.. akan menjadi pembuktikan bahwa memang saya yang selalu aktif ambil bagian & berkontribusi melakukan hal terbaik di dalam rumah tangga.
Bahwa saya yang paling menderita dalam hubungan ini.

Pada akhirnya..
kami akan sama-sama mengamini..
bahwa pernikahan memang sesulit & semenderita itu.
Dan bukan tidak mungkin, anak kami akan menjadi pelampiasan dari rasa frustasi kami dalam pernikahan yang terlalu menguras energi ini.

Sebelum itu terjadi..
sebelum kami menikah..
kami sama-sama sepakat & berusaha untuk mengubah pola komunikasi kami.
Agar.. tidak terjadi masalah (yang bisa dicegah & dihindari) di pernikahan kami, yang sulit terurai karena sudah seperti benang kusut.


Sebelum saya marah.. saya berlatih untuk bertanya dulu ke dalam diri :
Apa sebenarnya perasaanku terhadap situasi ini? Apakah benar hal ini perlu disikapi dengan marah? Apakah aku marah pada pasanganku, atau sebenarnya aku sedang lelah, atau ada pengaruh luka masa laluku dalam hal ini? Dst.
Membuat saya.. pada akhirnya.. sedikit demi sedikit.. lebih mampu untuk mengetahui & mengungkapkan dengan lebih tepat apa yang saya rasakan.
Ia pun.. mencoba untuk lebih berani membicarakan ketidaknyamanannya, alih-alih diam & pergi.


Karena.. pernikahan yang sehat.. bukanlah milik mereka yang (sekadar) beruntung.
Ya.. mereka beruntung karena saling menemukan.
Namun.. untuk menumbuhkan 'keberuntungan' & senantiasa saling bertumbuh.. perlu KERJA KERAS dari kedua belah pihak. Seumur hidup.
Tidak bisa hanya sekadar 'aku mau pasangan seperti dia. Sisain satu dong'.
Karena pasangan yang (kita kira) beruntung.. bukan 'barang jadi' dari sananya. Namun perlu kerja keras kedua belah pihak untuk mewujudkan itu.

 

 

 

Posted on 03/10/2023 Home, Rabbit Hole's Article 0 43

Leave a CommentLeave a Reply

You must be logged in to post a comment.