Sebelum anak kami lahir..


Sebelum anak kami lahir..
kami sepakat tidak memberikannya popok sekali pakai.
Sehingga.. beberapa hari di awal kelahirannya, suami selalu mencuci celana kain malam-malam, dengan tangan.
Agar tidak kekurangan celana seharian. Mengingat saat itu musim hujan.

Tidak pernah sekalipun suami mengeluh lelah atau terlihat keberatan.
Walau besok paginya ia harus berangkat ke kantor.
la menyadari bahwa itu adalah bagian dari tanggung jawabnya.

Ketika saya sedang menyusui pun..
ia dengan sigap (tanpa diminta) menyuapi saya makan.
Saat melihat saya sedang kewalahan atau belum makan dalam jangka waktu yang lama.
Ia tidak mau saya kelaparan. Dan juga tahu, kalau saya lapar, maka asupan gizi untuk bayi kami pun jadi berkurang.

Baik diminta, atau tidak diminta..
ia sigap memenuhi kebutuhan istri & anaknya.
Terutama, pasca melahirkan.
Seperti apa yang kami bicarakan sebelumnya.. untuk mengurus bersama anak kami.

Namun..
saya (tanpa sadar) kerap enggan memintanya mengurus anak kami.
Saya merasa tidak enak merepotkannya.
Saya merasa tidak becus : kok gitu aja gak bisa?.
Saya mengkhawatirkan apa kata orang lain, jika melihat seorang ibu harus dibantu (meski oleh suaminya sendiri) untuk mengurus anak.

Dan saat sedang kelelahan mengurus anak..
(tanpa sadar).. saya melampiaskan kemarahan ke suami.
Merasa tidak dibantu, merasa kewalahan, dst.

Padahal.. ia sigap ingin bekerjasama mengasuh anak kami.

Padahal.. saya yang tidak mengomunikasikan kebutuhan saya, sehingga ia tidak memahami bahwa saya sedang kewalahan.
Padahal.. tanpa diminta pun, jika ia melihat saya kewalahan, langsung ia turun tangan. Namun memang ada hal yang ia tidak tahu jika saya tidak komunikasikan.
Jadi justru PR saya untuk mengomunikasikannya. Bukan sekadar marah saja.

Menyadari hal itu.. membuat saya belajar perlahan mengomunikasikan kebutuhan diri saya.
Perlahan.. karena ini fase yang baru juga untuk kami.
Tidak mudah, tentu, karena tidak dibesarkan dengan cara itu.
Namun tentu perlu, agar hubungan kami tidak rusak. Dan juga agar tidak melampiaskan ke anak kami kelak.


Memang.. hal yang masih baru & asing untuk melihat suami & istri saling bekerjasama mengasuh anak.
Apalagi.. jika tidak dibesarkan dengan cara itu (sehingga rekamanan di otak perlu di set ulang).
Apalagi.. tumbuh di tengah masyarakat yang tidak terbiasa dengan hal ini (sehingga tentu banyak suara-suara yang menentang & mempertanyakan hal di luar kebiasaan ini).


Namun.. jika suami & istri saling sepakat & saling menguatkan satu sama lain.
(Walau seberapa besar pun badai di luar).
Karena tahu bahwa ini hal yang penting & dibutuhkan. Baik bagi anak, hubungan suami istri, maupun suami dan istri secara individu.
Maka.. rantai ini dapat diputus. Kita bisa mulai konsep yang baru.
Konsep pengasuhan dimana bapak & ibu sama- sama terlibat di dalam pengasuhan anak.

 

Posted on 03/08/2023 Home, Rabbit Hole's Article 0 40

Leave a CommentLeave a Reply

You must be logged in to post a comment.